![]() |
Hasmadin
Aktivis Anti Korupsi
|
Setelah penetapan partai peserta pemilu oleh
KPU, tantangan berikutnya yang harus dilalui Parpol adalah mendapatkan calon
legislative (caleg) yang berkualitas,yang memahami hakikat demokrasi
perwakilan, memiliki integritas dengan prinsif yang kuat, serta memiliki
kapabilitas sebagai wakil rakyat.
Kenyataannya
tidak mudah mendapatkan kader partai yang memenuhi syarat tersebut karenanya
partai dituntut untuk berupaya merekrut dan menyeleksi dari sekian banyak
masyarakat yang sekarang berminat mendaftar menjadi caleg. Proses seleksi
merupakan konsekuensi demokrasi tidak langsung, Dan ini membutuhkan partai
politik yang modern, kuat dan dapat memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Namun untuk
memperjuangkan aspirasi masyarakat tersebut haruslah dimulai dari kemajuan
partai mendapat caleg berkualitas, tapi dilihat dari pengalaman pemilu selama
ini, betapa sulitnya partai mendapat caleg yang berkualitas itu. Apalagi caleg
di kabupaten/kota termasuk di Sul-tra.
keterbatasan sumber daya berdampak pada ketersediaan caleg yang
berkualitas. Yang patut di khawatirkan mereka yang dari rekrutmen caleg ini
adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan dengan harapan dapat mengubah status
sosialnya dari warga negara biasa menjadi elite politik. Mereka tidak memiliki
idealisme politik, integritas, dan komitmen dalam mewakili aspirasi masyarakat.
Belajar
dari peran wakil rakyat di DPRD Prov/kabupaten di Sultra sekarang paling tidak
ada tiga hal penting yang harus diperhatikan partai jika ingin merekrut caleg. Pertama menyangkut aspek demokrasi
perwakilan yang harus di laksanakan oleh anggota legislative. Demokrasi
perwakilan memiliki makna bahwa ketika
seorang menjadi wakil rakyat, maka mereka harus sering mendengarkan
langsung apa yang di suarakan masyarakat.
Suara
masyarakat adalah harapan yang keluar dari pikiran dan nurani mereka yang harus
di wujudkan oleh para wakil rakyat. Masyarakat yang menjadi konstituen,
mengharapkan adanya perjuangan yang di lakukan oleh wakil rakyat melalui
perdebatan-perdebatan di dewan demi terwujudnya harapan tersebut. Namun, karena
hakikat ini tidak dipahami oleh wakil rakyat, maka yang di perjuangkan di
parlemen tidak lebih sebuah keinginan dari elite partai yang telah merekrut
mereka. Dan tidak jarang yang mereka perjuangkan apa yang menjadi kepentingan
mereka sendiri. Dua Menyangkut
integritas dan komitmen politik dengna prinsif semua mampu menjadi wakil
rakyat, bukanlah sekedar menjadi elite politik yang memiliki massa banyak.
Menjadi
elite politik harus memiliki integritas, karena mereka menjadi teladan yang
akan di ikuti massa politiknya. Namun, dalam banyak kasus, ketika caleg sudah
menjadi wakil rakyat, mereka menjadi junawa dan bahkan arogan sehingga tidak
terkendali, dan sering melakukan tindakan yang tidak terpuji yang menjatuhkan
integritas mereka. Mengapa ini bisa terjadi ? jelas ini efek dari kejutan
budaya yang mereka alami ketika sudah menjadi elite politik, sehingga lupa akan
hakikat integritas dan demokrasi perwakilan.
Faktanya
banyak di antara mereka menjadi caleg hanya ajakan orang tua, kerabat atau
saudara dan bukan berasal dari panggilan idealisme politik yang dimiliki, dan
yang paling berbahaya mereka yang suka pindah-pindah partai karena tidak
mendapat kekuasaan dari partai yang lama. Inilah panorama politik yang sering
kita lihat, tak hanya di tingkat nasional tapi juga local, padahal berpolitik
tanpa idealisme adalah kesalahan yang sulit di maafkan tapi apa boleh buat
ketika parpol kekurangan sumber daya, maka siapa saja dapat di terima tanpa
seleksi. Tiga menyankut penguasaan
subtansi masalah yang di hadapi masyarakat. Selama ini, banyak anggota
legislative yang tidak memahami subtansi masalah yang dihadapi masyarakat . ini
adalah implikasi rendahnya kemampuan memahami realita yang ada di sekitar.
Kalaupun ada masalah masyarakat yang berhasil di identifikasi , hanya sedikit
yang menjadi kebijakan public karena rendahnya kemampuan merumuskan agenda
kebijakan public tersebut. Buktinya dapat dilihat dari target program legislasi
daerah yang jauh dari prestasi yang membanggakan.
padahal fasilitas untuk
kunjungan kerja atau studi banding sudah maksimal dimamfaatkan oleh wakil
rakyat.barangkali pertanyaanya, bagaimana mungkin anggota legislative dapat
memahami substansi agenda kebijakan public, jika latar belakang kehidupan
mereka memang jauh dari kehidupan politik ? proses pengkaderan dari partai
politik menjadi kunci seseorang menjadi wakil rakyat. Dan memang di persiapkan
jauh sebelum pemilu di laksanakan. Inilah kelemahan parpol di daerah yang
memiliki kader-kader instan ke DPRD
Dari itu, menjelang penetapan daftar calon legislative
oleh KPU sebulan kedepan partai politik harus bekerja keras merekrut dan menyeleksi
individu yang memamng memiliki idealisme politik yang sesuai dengan manifesto
partai tersebut. Tentu masyarakat tidak akan rela caleg yang di usulkan oleh
partai adalah mereka yang hanya sekedar mencari pekerjaan.